Rabu, 02 April 2014
Selasa, 01 April 2014
Etika Periklanan
ETIKA
PERIKLANAN
Kelompok Bang Pitung:
Farhan L.
|
2012 465 00 292
|
Mansur
|
2012 465 00 333
|
Hasan Basri
|
2012 465 00 354
|
Endri Dimas
|
2012
465 00 235
|
Ersada Kasagi
|
2012
465 00 354
|
UNIVERSITAS INDRAPRASTA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
2014
BAB
1
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Untuk
membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis.
Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan
dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan
diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan
harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
BAB
2
ISI
1. Pengertian
Etika Periklanan
2. Ciri-ciri
Iklan Yang Baik
3.
Asas Utama Periklanan
4. Contoh
Penerapan Etika
5. Etika
Pariwara Indonesia (EPI)
6. Tata Krama
Ragam Iklan
7. Kesimpulan
1.
Pengertian Etika Periklanan
1.Etika Periklanan Indonesia; ialah
ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang
telah disepakati untuk dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi
dan lembaga pengembangnya.
2.Iklan; ialah pesan komunikasi
pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan
melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan
kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
3.Pengiklan; ialah pemrakarsa,
penyandang dana, dan pengguna jasa periklanan.
4.Periklanan; ialah seluruh proses
yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, penyampaian, dan umpan balik
dari pesan komunikasi pemasaran.
5.Perusahaan Periklanan; ialah suatu
organisasi usaha yang memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi,
mengelola, dan atau memajukan merek, pesan, dan atau media komunikasi pemasaran
untuk dan atas nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas layanannya
tersebut.
Dari definisi-definisi di atas; maka definisi etika periklanan adalah ketentuan-ketentuan normatif yang
menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati,
ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembangnya.
Dalam
etika periklanan dikenal prinsip Swakramawi
(self-regulation) adalah suatu prinsip atau paham yang dianut oleh masyarakat
periklanan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan tidak hanya pada
kode etik periklanan prinsip ini diterapkan, namun juga di banyak kode etik
profesi maupun kode etik bisnis lainnya.
Pada awal
dikenalnya swakramawi, sepenuhnya adalah dimaksudkan untuk melindungi pelaku perniagaan
dari persaingan yang tidak adil atau tidak sehat. Tujuan ini kemudian
berkembang seiring dengan ketatnya persaingan dan kian kuatnya gerakan
konsumerisme sehingga kini swakramawi lebih banyak ditujukan untuk melindungi
konsumen. Secara sederhana, tujuan penerapan prinsip swakramawi adalah: untuk
dapat dengan sebaik-baiknya mempertahankan kewibawaan komunikasi pemasaran –
termasuk periklanan – demi kepentingan semua pihak.
2. Ciri-ciri Iklan Yang Baik
·
Etis:
berkaitan dengan kepantasan.
·
Estetis:
berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus
ditayangkan?).
·
Artistik:
bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.
3. Asas
Utama Periklanan: Jujur dan benar!
Dalam kitab Etika
Pariwara Indonesia, disebutkan 3 asas utama periklanan;
yaitu: Iklan dan
pelaku periklanan harus:
1.
Jujur, benar, dan
bertanggungjawab. tidak memuat konten yang tidak sesuai
dengan
kondisi produk yang diiklankan
2. Bersaing secara sehat.
3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama,
budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
4.
Tidak memicu konflik SARA
5.
Tidak mengandung pornografi
6.
Tidak bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku.
7.
Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling
menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
8.
Tidak plagiat
4. Contoh Penerapan Etika
·
Iklan rokok: Tidak menampakkan
secara eksplisit orang merokok.
Pada
tahun 2014 ini pemerintah “memperbaharui” atau “menyunting” kalimat ancaman
yang kerap melekat pada bungkus rokok dan iklan televisi tersebut dengan
kalimat yang lebih frontal: “ROKOK MEMBUNUHMU” dengan polesan-polesan gambar
sadis dan tulisan 18+ yang dilingkari."Mulai
2014 perusahaan rokok wajib mencantumkan peringatan bahaya
merokok,
baik bergambar dan tulisan, sesuai dengan PP No 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan," ujar Menteri Kesehatan, dr Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, dalam
acara Puncak Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Gedung Kemenkes,
Kuningan, Jakarta, Jumat (31/5/2013). (Sumber:
forum.kompas.com)
·
Iklan pembalut wanita: Tidak memperlihatkan
secara realistis dengan
memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut
·
Iklan sabun mandi: Tidak dengan
memperlihatkan orang mandi secara utuh.
(Disepakati Organisasi Periklanan
dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang
terdapat dalam kitab EPI.
Tata Krama
Isi Iklan
1. Hak Cipta:
Penggunaan materi yang bukan milik
sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa:
(a) Iklan harus disajikan
dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan
persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang
dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
(b) Tidak boleh menggunakan
kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata
berawalan “ter“.
(c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”,
”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan
pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
(d) Penggunaan kata ”halal” dalam
iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat
resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*):
(a) Tanda asteris tidak boleh
digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi
khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang
diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.
(b) Tanda asteris hanya boleh
digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu
pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”:
Iklan tidak boleh menggunakan
kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan
dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus
dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”:
Kata “gratis” atau kata lain yang
bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus
membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus
dicantumkan dengan jelas.
6. Pencantum Harga:
Jika harga sesuatu produk
dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga
konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi:
Jika suatu
iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka
dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang
(warranty):
(a) Syarat-syarat pengembalian uang
tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan
atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang.
(b) Pengiklan wajib mengembalikan
uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul:
Iklan tidak boleh menimbulkan atau
mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap
takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10. Kekerasan:
Iklan
tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang
merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan:
Iklan tidak boleh menampilkan adegan
yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan
produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi:
Iklan tidak boleh menampilkan atau
melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang
bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar
sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi:
Boleh dilakukan sepanjang ia
semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat
jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah
persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time):
Iklan yang menampilkan adegan hasil
atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas
mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan:
Iklan tidak boleh menampilkan
penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap
makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang:
(a) Penampilan dan perlakuan
terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam
pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan.
(b) Iklan tidak boleh menampilkan
uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan
cara-cara yang tidak sah.
(c) Iklan pada media cetak tidak
boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun
hitam-putih.
(d) Penampilan uang pada media
visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony):
(a) Pemberian kesaksian hanya dapat
dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan,
atau masyarakat luas.
(b) Kesaksian konsumen harus
merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk
melebih-lebihkannya.
(c) Kesaksian konsumen harus dapat
dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen
tersebut.
(d) Identitas dan alamat pemberi
kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara
lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor
biasa.
18. Anjuran (endorsement):
(a) Pernyataan, klaim atau janji
yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur.
(b) Pemberian anjuran hanya dapat
dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok,
golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan:
(a) Perbandingan langsung dapat
dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria
yang tepat sama.
(b) Jika perbandingan langsung
menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus
diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah
memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset
tersebut.
(c) Perbandingan tak langsung harus
didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga:
Hanya dapat dilakukan terhadap
efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan
penjelasan atau penalaran yang memadai.
21. Merendahkan:
Iklan tidak boleh merendahkan produk
pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan:
(a)
Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa
sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau
membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau
alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian
eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul,
slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik,
ikon atau atribut khas lain, dan properti.
(b) Iklan
tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh
sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun
terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik:
Iklan
tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk
menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk:
Iklan hanya boleh dimediakan jika
telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan Hadiah:
Iklan tidak boleh menyatakan “selama
persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi:
Iklan tidak boleh mengeksploitasi
erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa
pun.
27. Khalayak Anak-anak:
(a) Iklan yang ditujukan kepada
khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau
merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan,
kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka.
(b) Film iklan yang ditujukan
kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan
adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog
yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang
bermakna sama.
6. Tata Krama Iklan
·
Tata
Krama Ragam Iklan
Ex: Iklan minuman keras maupun
gerainya hanya boleh disiarkan di media nonmassa; Iklan rokok tidak boleh
dimuat pada media periklanan yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17
tahun; dll.
·
Tata
Krama Pemeran Iklan
Ex: Iklan tidak boleh memperlihatkan
anak-anak dalam adegan-adegan yang berbahaya ; Iklan tidak boleh melecehkan,
mengeksploitasi, mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuansehingga memberi
kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan martabat mereka; dll.
·
Tata
Krama Wahana Iklan
Ex: Iklan untuk berlangganan apa pun
melalui SMS harus juga mencantumkan cara untuk berhenti berlangganan secara
jelas, mudah dan cepat; Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa hanya boleh
disiarkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat, dll.
BAB
3
PENUTUP
& KESIMPULAN
Periklanan
adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Iklan dianggap sebagai cara
ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangan periklanan, media
komunikasi modern : media cetak maupun elektronis, khususnya televisi memegang
peranan dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan perbagai masalah yang
berbeda.
Periklanan
dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi
konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua
persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut
kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban
etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi public yang
menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya periklanan.
Jadi , mari beriklan dengan etika.
III. Daftar Pustaka
-
Etika Pariwara Indonesia / Tata krama dan tata cara periklanan Indonesia
-
http://www.kpi.go.id
Langganan:
Postingan (Atom)